Comeback Stronger

Selasa, 09 Mei 2017

Tawa dan Air Mata dalam Satu Paket

Part.1
Oleh : Amellia Julitasari
Photo Credit : Google
(Cerita ini hanya fiksi, jika ada kesamaan nama dan tempat saya mohon maaf)

Hempasan angin pantai terasa berat. Mengayun dengan lihainya tanpa dosa. Manakala mengusik ketenangan dengan masa lalu yang pernah ada. Masa lalu dengan cambukan penuh luka. Kini Lita duduk di hamparan pasir dengan pandangan kosong. Memandang raja langit yang mulai terbenam dibalik bayangan air laut.
            “Kak pulang yuk, udah magrib nih.” rengek Bayu pada kakaknya.
            Lita tersentak, adiknya telah menyadarkannya dari lamunan. Kemudian ia bangkit dan menggandeng lengan adiknya.
            “Maaf ya, kakak tadi keasyikan lihat matahari, yuk.”
            Sesampainya di rumah, Lita langsung menuju kamarnya dan meninggalkan Bayu di ruang tamu. Ia duduk di depan cermin sambil menangis tersedu-sedu. Ingatannya kembali kemasa lalu. Kini yang dirasakannya hanyalah rindu.
            Dulu keluarga Lita pernah tinggal di Bandung. Disana Lita mempunyai sahabat dekat bernama Dimas. Lita sudah menganggapnya seperti kakak sendiri. Dimanapun ada Lita pasti disitu ada Dimas. Namun sayang, ikatan persahabatan mereka harus kandas ditengah jalan. Keluarga Dimas harus pindah dan 1 tahun setelahnya keluarga Lita mengikuti jejak keluarga Dimas. Masing-masing keluarga hilang kontak.
            “Lita makan dulu sayang, kamu belum makan lagi kan dari tadi siang?” teriak mama dari luar kamar Lita.
            Lita terkejut, kini mamanya yang telah mengagetkannya.
            “Iya ma sebentar lagi.” Lita mengusap air matanya dan beranjak dari tempat duduknya.
                 --#--    
Paginya- Lita sudah siap dengan seragam sekolah lengkap. Wajahnya sumringah. Kedua matanya memancarkan sinar. Ia mulai menuju ruang makan dengan langkang membara.
            “Pagi ma, pagi Bay.” Sapa Lita ceria.
            “Pagi sayang.” Jawab mamanya dengan suka cita.
            Tiada sapa untuk Papanya, kini tiada lagi yang bisa mewakili sosok seorang papa. Mama dan papa Lita telah bercerai 2 tahun setelah mereka pindah dari Bandung. Saat itu Lita baru duduk di bangku kelas 1 SMP. Hidupya seakan tiada pondasi lagi. Betapa tidak? Keluarga yang selalu ia bangga-banggakan kini tak utuh lagi. Keputusan pengadilan menetapkan Lita dan Bayu tinggal bersama mamanya dan Zakka (anak sulung) tinggal bersama papanya.
            “Kak cepetan makannya, aku nanti piket.” Bayu mulai merengek
            “Iya sabar, ini tinggal sesuap lagi kok.” Ujar Lita nyengir.
            “Cepetannn.” Teriak Bayu.
            “Iya-iya, ma berangkat dulu ya. Assalamu’alaikum.” Lita bangkit dari kursi makan dan kemudian mencium telapak tangan mamanya.
            “Wa’laikumsalam, hati-hati ya.” Mama tersenyum.
            Deru mesin motor telah mengaung. Seketika Lita langsung tancap gas dengan kcepatan sedang. Bayu telah memegang erat pinggang kakaknya. Matanya terpejam, seakan motor yang ditumpanginya melaju seperti kilat.
--#--
Di pepohonan, kicauan burung telah mewarnai hiruk pikuk suasana pagi. Bak menyambut hangat siswa/i Tarakanita. Sinar mentari mulai menyengat sebagai refleksi penyemangat. Angin sepoi turut menghiasi sendu riang tanaman kebun. Berbagai kendaraan dan kebul asapnya kian memadati tempat parkir.
Tarakanita adalah sekolah elit di Bandung yang menjadi idaman para orangtua dan anaknya. Tak heran, sebab sekolah tersebut didukung fasilitas yang memadai dan juga bersinergis dengan ukiran prestasi. Sekolah Tarakanita tergabung dari tingkat SMP hingga SMA.
            *sittttt* Decitan motor Lita telah sampai di depan gerbang tepat 10 menit sebelum bel. Lita langsung memarkir motornya di posisi paling barat. Dengan kecepatan gesit, Bayu turun dan langsung berlari meninggalkan kakaknya.
            Lita turun dari motornya, kemudian menuju koridor dengan langkah santai. Namun pandangannya berhenti ke arah para cowok yang sedang bertandung basket. Hal itu mengingatkan Lita pada kakaknya yang sangat menyukai basket. Beberapa menit melamun, tanpa sadar sebuah bola besar melambung tinggi tepat di depan wajah Lita. Bola basket itu menghantam kepala Lita dengan kerasnya. Kunang-kunang mulai berputar mengelilingi kepala Lita. Bayangan hitam perlahan-lahan menutupi pandangannya dan tak lama kemudian Lita jatuh pingsan.
            “ Eh...sorry..sorry.” seorang cowok berteriak sambil berlari tergopoh-gopoh ke arah Lita.
            “ Parah lu Boy, anak orang lu bikin pingsan.” Seru anak-anak lain yang berada di tempat kejadian.
            “ Gue kan gak sengaja.” Jelas Boy dengan sungguh-sungguh.
            Boy menggendong Lita dengan hati-hati. Sorot matanya penuh kecemasan dan berharap tak terjadi apa-apa. Dengan langkah kilat, Boy langsung menuju UKS. Ia membaringkan Lita di kasur yang berada di sudut ruangan. Minyak kayu putih tak luput ia hirupkan di dekat hembusan nafas Lita. Beberapa menit kemudian Lita sadar, lalu mengerang kesakitan sambil memegang kepalanya.
                                                               --- Bersambung ---
           


            

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

 

Subscribe to our Newsletter

Contact our Support

Email us: Support@templateism.com

Our Team Memebers