Part.1
Oleh : Amellia Js
Photo Credit : Weibo
(Cerita ini hanya fiksi, jika ada
kesamaan nama dan tempat saya mohon maaf)
Sore ini jam kuliah sudah berakhir. Kubuka pintu kelas dengan
semangat membara. Kakiku melangkah dengan cepatnya menuruni tangga. Senyum
sumringah ku umbar pada setiap orang tanda bahagia. Jantungku berdebar tak
beraturan. Darahku berdesir tak seperti biasanya. Hembusan nafas kian
terengah-engah ketika aku sampai di tempat parkir kampus.
“ Mau kemana lit kok buru-buru gitu?”.
Azam mengagetkanku dari arah belakang.
“ Aku mau ke Gor Amongrogo zan”.
Jelasku singkat tak bertele-tele.
“ Loh mau ngapain kesana?”. Rasa ingin
tahu Azam memperlambatku.
“ Ya adalah pokoknya. Duluan ya.” Aku
langsung menjalankan motorku dengan kecepatan sedang.
Hanya butuh waktu 10 menit untuk
sampai di Gor Amongrogo. Ku parkir motorku di tempat teduh dan kuberikan uang
pada si tukang parkir. Aku mulai memutar arah pandang untuk mencari motor temanku.
Sama sekali tak ada wujud motornya dan itu pertanda bahwa ia belum sampai. Ku
ambil posel dari dalam saku dan mengirim pesan untuknya.
Kemudian aku memberanikan diri masuk ke dalam Gor dan langsung mengambil
posisi duduk di tribun warna biru. Ya, ini adalah tournament bulutangkis
internasional yang sedang diselenggarakan di Jogja. Aku menyukai bulutangkis
sejak duduk di bangku SD. Kali ini adalah kesempatan bagiku untuk menyaksikan
idolaku tanding. Jika aku melewatkan
kesempatan ini, maka entah kapan aku bisa bertemu idolaku lagi.
Adzan Ashar berkumandang. Ku
sempatkan waktuku untuk solat terlebih dahulu sembari menunggu temanku datang
dan idolaku tanding. Saat aku mulai memakai mukenah, terasa ada seseorang yang
juga masuk kedalam musholla. Aku membalikkan badan dan sontak terkejut melihat
Bagas Maulana. Sosok idola yang selama ini aku idamkan sedang berdiri
menatapku. Mulutku sempat ternganga karena terpesona pada atlet ganda putra
andalan djarum kudus itu. Aku mulai menggerakkan mulutku untuk bersuara.
“ Jama’ah ya.” Aku menahan girang
dalam hati.
“ Iya”. Ia tersenyum ramah padaku.
Setelah selesai solat, Bagas
bergegas keluar dan langsung menuju gor. Aku berpikir mungkin saat ini ia akan
segera tanding. Ku rapikan jilbabku dan segera berlari ke dalam gor. Ternyata
benar, Bagas telah memasuki arena pertandingan. Postur tubuhnya yang tinggi dan
kurus sangat mudah ku kenali. Lawannya adalah Sang Min Lee/Sung Seung Na asal
Korea yang prestasinya tak diragukan lagi.
Tiga menit sebelum pertandingan, temanku datang. Dengan sergap aku
menarik tangan Wulan dan mengajaknya untuk bersorak menyemangati Bagas/Calvin. Bahagiaku
sungguh tak bisa diungkapkan ketika melihat sang idola jatuh bangun di lapangan
demi nama Indonesia. Jujur, aku sangat terpikat pada alur permainan
Bagas/Calvin yang sering sekali memainkan adu drive.
“ Ayoooooo semangat Bagas/Calvin”. Aku berteriak sekuat tenaga.
“ Lit gak malu?”. Wulan mengernyitkan dahi .
“ Hahaha apasih yang enggak kalo buat Bagas mah”. Aku menjulurkan
lidah.
“ Mulai deh gesreknya”. Wulan menatapku sinis.
40 menit berlalu, Bagas/Calvin
memenangkan pertandingan dengan straight game 21-15 21-14. Ku lontarkan segala
pujian dan kekagumanku saat itu juga.
“ Wuuu Good Job Bagas ”. Jeritku tanpa
maluu
“ Aduh berisik banget sih Lit, udah
yuk pulang udah selesai juga kan”. Rengek wulan
“ Bentar wul aku
belum ngucapin secara langsung”.
“ Dasar lebay,
kaya kenal aja, udah ayuk pulang “. Tampak kekesalan di wajah Wulan.
“ Iya deh iya”.
Aku patuh.
Langkah demi
langkah kami meninggalkan tribun dan keluar secara rapi. Tiba-tiba pandanganku
terbelesit ke arah stand jajanan. Aku melihat Bagas bersama temannya sedang
membeli sebuah air mineral. Niat untuk menghampiri tak bisa ku sangkal lagi.
Kakiku mulai berlainan arah dengan kaki wulan. Aku semakin dekat dengan Luthfi
sampai aku mendengar sebuah percakapan.
“ eh gas pas lu
main tadi lu denger ada cewek yang
neriakin lu gak?”. Tanya seorang cowok yang sedang berdiri di samping Bagas.
“ denger kok,
kenapa emangnya bro?”.
“ kampungan banget
dah”. Ujar cowok tersebut dengan asal
“ hahaha iya
emang.” Bagas pun sependapat.
Dalam hati aku
mengelak. Bagas tak mungkin seperti itu. Namun yang didengar oleh telingaku
adalah benar. Sontak mataku berkaca-kaca dan bibirku bergeming lirih. Ah
sebodoh inikah aku?
-Bersambung-
0 komentar:
Posting Komentar