Comeback Stronger

Minggu, 09 April 2017

BIMBINGAN DAN KONSELING SEBAGAI PROFESI


Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut profesi itu tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu. Sehingga tidak semua pekerjaan adalah suatu profesi. Profesi memiliki ciri khas yang membedakannya dengan pekerjaan lain. Bimbingan dan konseling dalam perspektif suatu profesi harus dapat menjaga profesionalitasnya.[1]

A.    Perkembangan Konseling
Moursund (1980) mengungkapkan bahwa tradisi penyembuhan terhadap berbagai jenis penyakit di kalangan masyarakat Eropa khususnya Yunani, baik penyakit fisik maupun mental pada beberapa abad yang lampau pada umumnya dilakukan secara tradisional yaitu dengan jalan menghubung-hubungkan suatu gangguan mental dengan kepercayaan terhadap tahayul dan kekuatan magis. Metode pennyembuhan yang ada di Eropa ini sebenarnya jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan kemajuan metode penyembuhan yang ada di Asia Dekat yang telah menggunakan pendekatan ilmiah.
Pada abad ke 8, menurut Moursund, rumah sakit-rumah sakit di Bagdad dan Damaskus telah memiliki psikiater untuk menangani pasien yang mengalami kelainan mental, yang tidak dijumpai di berbagai rumah sakit di Eropa. Baru pada abad ke-13, beberapa rumah sakit di Eropa seperti di Prancis, Jerman, dan Inggris memiliki tenaga psikiater untuk menangani pasien yang menderita kelaianan mental.
               
Moursund mengungkapkan lebih lanjut bahwa baru pada abad ke-17 studi tentang kelainan mental kian banyak memperoleh perhatian dari kalangan ahli kesehatan Eropa. Thomas Sydenham misalnya pada 1689 menulis sebuah artikel tentang histeria sebagai penyakit khusus, dan pada perkembangan selanjutnya bertambah banyak studi-studi di bidang kesehatan mental ini, misalnya neurosis, hipnotis dan sebagainya.
Studi tentang kelainan mental dan proses penyembuhannya itulah yang telah mendorong berkembangnya metodologi penyembuhan atau penanganan yang kita sebut dengan psikoterapi. Sigmund freud merupakan tokoh utama dalam mengenalkan istilah psikoterapi ini pada awal abad ke-20. Sejak masa inilah, psikoterapi dikembangkan secara meluas di klinik-klinik rumah sakit untuk mengatasi berbagai gangguan mental.
Upaya mengatasi masalah kejiwaan ini tidak hanya dilakukan terhadap orang-orang yang menderita gangguan mental. Orang yang mengalami hambatan, kegagalan, atau ketidak puasan terhadap apa yang diharapkan juga merasa membutuhkan bantuan dari pihak lain untuk dapat menyesuaikan diri secara tepat, termasuk dalam penyesuaian di sekolah, tempat kerja, keluarga dan sebagainya. Kemajuan penanganan terhadap penderita gangguan jiwa tersebut turut memajukan bagi perkembangan teori dan praktik konseling.
Sedangkan cikal bakal profesi konseling dari segi penanganan terhadap masalah-masalaah pendidikan dan vokasional diungkap dalam berbagai literatur, bahwa secara kelembagaan konseling mulai ada pada 1896, yaitu sejak Lightner Witmer membentuk sebuah klinik yang disebutnya sebagai Psychologial Counseling Clinic di University of Pennsylvania.[2]
Dua tahun berikutnya 1898, Jesse B Davis mulai bekerja sebagai konselor pada Central High School di Detroit. Davis banyak membantu menyelesaikan persoalan murid-muridnya, terutama yang berhubungan dengan persoalan studi dan pemilihan jurusan yang hendak ditempuh. Kemudian tahun 1907, Davis memperluas cakupan bantuan kepada kliennya setelah pertemuan mingguan di sekolah (semacam MGBK di Indonesia). Maka sejak itulah konseling lebih dikenal masyarakat Amerika.[3]
Perkembangan konseling (dan psikoterapi) kian maju setelah banyak ahli mengembangkan teori-teori psikologi dan konseling. Di antara para ahli yang turut membantu mengembangkan konseling adalah Eli Weaver yang pada 1906, mempublikasikan sebuah pamflet yang berjudul Chossing a Career, pada 1908 Frank Parson mendirikan Vocational Bureau di Boston untuk membantu pemuda dalam memilih, mempersiapkan dan memasuki dunia kerja. Bersamaan dengan usahanya pada biro ini Parson sekaligus mengembangkan konsep bimbingan dan konseling vokasional. Berkat kerja kerasnya ini, Parson oleh sebagian kalangan disebut sebagai inovator konsep dan teknik konseling vokasional.
Perkembangan konseling terus berlanjut. Pada 1913  di Amerika didirikan National Vocational Guidance Association (NVGA), setelah itu berdiri American Psychologist Asociation (APA), American school Counselor Association (ASCA), dan Association for Counselor Educational and Counselor Trainers (ACECT).
Secara teoritik perkembangan konseling sejalan dengan perkembangan psikologi dan psikiatri secara umum. Tori-teori psikologi dan psikiatri memberi sumbangan yang sangat berarti bagi perkembangan konseling. Sigmund Freud (1856-1939) peletak dasar psikoanalisis dan memberikan sumbangan bagi pemikiran psikologi konseling bawah sadar.
E Williamson mengembangkan konseling sifat dan faktor (trait and factorcounseling), yang menuliskan gagasannya melalui buku How to Counseling Student pada 1939 dan Counseling Adolescent pada 1950. Sementara itu, Carl Rogers psikolog yang memilih jalan humanistik sangat berjasa dalam menemukan inovasi-inovasi di bidang konseling dan psikoterapi. Rogers telah memperkenalkan konseling berpusat pada person (person centered counseling), dan sejumlah buku telah ditulisnya di antaranya adalah Counseling and Psychotherapy pada 1942, dan On Becoming a Person pada 1961. Berkat karya-karyanya yang progresif, William dan Rogers ini dianggap sebagai peletak dasar gerakan konseling modern Pietrofesa (1978).
Saat ini secara riil konseling telah berkembang dengan sangat pesat. Perkembangannya tidak saja ditunjukkan oleh terbitnya sejumlah buku , jurnal dan berbagai penelitian konseling, tetapi juga ditunjukkan dengan tumbuhnya lembaga-lembaga konsultasi yang di antaraanya memberi layanan konseling kepada masyarakat.

B.     Perkembangan Konseling di Indonesia
Perkembangan konseling di Indonesia relatif baru. Kehadiran upaya konseling ini mula-mula dikembangkan di sekolah-sekolah terutama sekolah menengah. Melihat kemajuan masyarakat Indonesia yang sangat baik akhi-akhir ini, akhirnya konseling juga diterapkan di pusat-pusat rehabilitasi sosial dan lembaga-lembaga sosial dan industri.
Di Indonesia pekerjaan di bidang konseling ini mulai menunjukkan perkembangannya, sekalipun keadaan ini tidak dapat diperbandingkan dengan pekembangan yang ada di negara-negara maju. Selain masih relatif baru, pekerjaan ini belum banyak dirasakan “kebutuhannya” atau tidak dianggap sebagai hal yang mendesak dan tidak menjadi prioritas dalam mengatasi berbagai persoalan kehidupan sosial, meskipun banyak orang yang sebenarnya memerlukan layanan konseling ini.
Di negara-negara maju, layanan konseling telah diselenggarakan secara meluas. Selain telah menjadi bagian dalam penyelenggaraan sistem pendidikan, konseling juga dilembagakan di berbagai instansi, seperti perusahaan, instansi sosial, rumah sakit, dan lembaga koreksional. Jika apa yang terjadi di Amerika itu merupakan gambaran kebutuhan layanan konseling di Indonesia yang akan datang, maka nantinya layanan ini menjadi bagian yang cukup penting bagi upaya peningkatan kesehatan mental masyarakat Indonesia yang akan datang.
Saat ini kemajuan dan kebutuhan akan layanan konseling telah ditopang dengan banyaknya lembaga-lembaga pendidikan yang mendidik tenaga-tenaga konselor profesional. Dalam waktu yang relatif singkat dimungkinkan kesadaran masyarakat terhadap perlunya layanan konseling akan meningkat.
Sejalan dengan kemajuan dalam pelayanan terhadap kebutuhan individu, keluarga dan masyarakat di berbagai institusi, kini konselor telah dicoba dikembangkan secara luas, baik melalui pendidikan riset maupun praktik di lapangan. Konseling yang kini berkembang dimasyarakat selain konseling pendidikan yang telah meluas diterapkan di lembaga-lembaga pendidikan, juga berkembang konseling jabatan (diindustri), konseling untuk reproduksi, konseling bidang kesehatan, konseling keluarga untuk kesiapan purna tugas, dan sebagainya. Dengan demikian konseling ini menjadi usaha pemecahan maslah yang mulai dirasakan manfaatnya dan perkembangannya menunjukkan tanggapan yang positif dari masyarakat.

C.    Profesionalisme Konseling
Profesionalisme menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan profesionalnya dan terus menerus meningkatkan setrategi-setrategi yang di gunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan pekerjaan nya.
Berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan khusus di bidang konseling serta meningkatnya kebutuhan masyarakat akan bantuan dalam memecahkan persoalan-persoalan pribadi telah mendorong bagi munculnya kesadaran di masyarakat untuk memantapakan konseling sebagai pekerjaan professional.
Sebagai pekerjaan yang professional, konseling tentu mempunyai fungsi dan cara kerja yang khas yang sesuai dengan bidang keilmuan nya. Saat ini konseling merupakan yang sama penting nya dengan bidang pekrjaan professional lain seperti kedokteran, kerja social, kebidanan, dan pendidikan.
Professional layanan konseling harus terus di lakukan oleh pihak-pihak yang terlibat secara langsung dengan pengebangan bidang pekerjaan ini. Saat ini pekerjaan konseling sudah dapat di kategorikan sebagai pekerjaan professional jika kita mengacu pada pekerjaan profesinal. Konseling di katakan sebagai pekerjaan professional karena pekerjaan ini memiliki ciri-ciri khusus sebagai ciri keprofesian. Kriteria esensial sebuah pekerjaan di kelompokan sebagai pekerjaan professional secara umum di sepakati dan dikemukakan oleh Dunlop maupun Mc Cully yang di kutip oleh Nuget (1981), yaitu bahawa anggota profesional itu
1.      Dapat mendefinisikan  perannya secara jelas
2.      Menawarkan layanan yang unik
3.      Memiliki pengetahuan dan keterampilan yang khusus
4.      Memiliki kode etik yang jelas
5.      Memiliki hak untuk menawarkan layanan kepada masyarakat sesuai dengan deskripsi profesinya.
6.      Memiliki kemampuan untuk memonitor praktik profesinya.
Berdasarkan kriteria ini sangat jelas bahwa secar formal konseling telah memenuhi persyaratan, dan karena itu dapat dikatakan sebagai sebuah pekerjaan professional. Yang perlu di perhatikan adalah kemampuan konselornya untuk terus ditigkatkan sesuai dengan standar yang diharapakan. Professional ini sangat bergantung kepada banyak aspek, diantaranya pengalaman para ahli keprofesian itu dalam pendidikan , riset dan berbagai aktivitas profesi . karena itulah maka konseling dan konselor sebagai penyelenggara pekerjaan harus memenuhi persyaratan tersebut. Tanpa memenuhi keempat syarat itu, sebuah pekerjaan termasuk konseling belum dapat dikatakan sebagai pekerjaan yang professional.
Melihat kecenderungan yang terjadi saat ini dan kedepan, permasalahan pribadi da social, semaki kompleks. Melihat persoalan ini, adalah terlalu berat jika segala masalah-maslah kejiwaan di selesaikan oleh konselor saja. Karenanya saat ini di kembangkan perkembangan-perkembangan baru dengan cara melibatkan masyarakat luas untuk turut serta dalam membantu masalah personal tanpa mengurangi keterlibatan tenaga professional dalam mengatasi masalah tersebut. Beberapa tugas konslor di alihkan ke amsyarakat untuk meringankan, mempercepat, dan memperluas cakupan penyelesain masalah. Cara tersebut di sebut profesionalisasi.

D.    Konseling dan Ilmu-Ilmu Lain
Secara umum, konseling termasuk dalam lingkup ilmu sosial, namun juga tidak mungkin dipisahkan dari bidang ilmu lain khususnya kesehatan. Yang menerapkan praktik-praktik konseling pun tidak hanya dilakukan oleh kalangan psikolog semata. Di Amerika praktek konseling juga dilakukan oleh agen kesehatan mental masyarakat yaitu petugas-petugas yang menangani bidang kesehatan mental masyarakat diantaranya psikiater, dokter, psikolog, konselor, dan pekerja sosial.
Karena praktek-praktek konseling berhadapan dengan individu atau sejumlah individu yang dinamis maka konselor, psikolog atau siapa saja yang melakukan praktek konseling perlu memahami psikologi, sosiologi, antropologi, pendidikan, ekonomi dan filsafat.
1.      Psikologi akan bermanfaat bagi terapis untuk memahami perubahan dan perkembangan kepribadian manusia,
2.      Sosiologi dapat membantu memahami struktur dan institusi sosial.
3.      Antropologi membantu memahami pentingnya budaya.
4.      Ekonomi mempelajari dinamika ekonomi termasuk dunia kerja.
5.      Biologi dan kesehatan yang mempelajari faktor biologis dalam kaitannya perilaku manusia dan seterusnya.
Semuanya itu akan memberikan sumbangan yang berarti bagi pemahamansecara lebih utuh tentang penyelenggaraan praktek konseling. Hasan dkk (1982) menyebutnya konseling sebagai aplikasi ilmu-ilmu sosial secara interdisipliner.
Dengan demikian kemampuan konselor harus memiliki pengetahuan khusus harus ditopang oleh pengetahuan secara interdisipliner. Karena kenyataannya klien yang datang ke konselor berasal dari berbagai macam latar belakang dan masalah. Kemampuan interdisipliner ini sangat membantu konselor dalam menjalankan tugasnya.[4]

DAFTAR PUSTAKA

Masudi, Farid. 2013. Psikologi Konseling. Yogyakarta: IRCiSoD.
Latipun. 2008. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press.
Sodik, Abror. 2015. Pengantar Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.




[1] Abror Sodik, Pengantar Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015),hlm.129
[2] Latipun, Psikologi Konseling, (Malang: UMM Press, 2008), hlm.18
[3] Farid Mashudi, Psikologi Konseling, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2013), hlm.16-23
[4] Latipun, Psikologi Konseling...hlm.20-23

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

 

Subscribe to our Newsletter

Contact our Support

Email us: Support@templateism.com

Our Team Memebers